ANTIKONVULSI
ANTIKONVULSAN
·
Epilepsi
Epilepsi
merupakan penyakit yang menyerang bagian otak yang ditandai gangguan dalam fluktuasi muatan listrik yang
tidak teratur oleh sel-sel otak sehinggga memberikan efek kejang-kejang pada
bagian tubuh. Epilepsi dapat diturunkan secara genetik, dimana saat seorang
individu dilahirkan terdapat abnormalitas pada sirkuit (hubungan sinap dibagian
korteks dysplasia, reseptor (GABA) dan kanal ion). Pengobatan epilepsi
bertujuan untuk membantu individu bebas dari kejang sat fase bangkit. Salah
satu pengobatan dari epilepsi adalah anti konvulsan (Alfathan dan Nasrul,
2019).
Mekanisme
dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang berlebihan pada neuron-neuron
dan mampu secara berurutan merangsang
sel neuron lain dan secara bersama-sama akan melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut diduga
disebabkan oleh kemampuan membran sel yang melepaskan muatan listrik secara
berlebihan, berkurangnya inhibisi oleh neurotransmiter GABA atau meningkatnya eksitasi
oleh neurotransmiter asam glutamat atau aspartat (Ikawati, 2011).
·
Pengertian
Anti Konvulsan
Antikonvulsan
adalah obat yang digunakan untuk mengembalikan kestabilan rangsangan sel saraf
sehingga dapat mencegah atau mengatasi kejang. Selain mengatasi kejang, antikonvulsan
juga digunakan untuk meredakan nyeri akibat gangguan saraf (neuropati) atau mengobati
gangguan bipolar
·
Mekanisme
Kerja Obat
Pada prinsipnya, obat antiepilepsi bekerja
untuk menghambat proses inisiasi dan penyebaran kejang.
1.
Inhibisi
kanal Na+ pada membran selakson. Contoh: fenitoin, karbamazepin, topiramat, lamotrigin,
valproat, dan zonisampid.
2.
Inhibisi
kanal Ca2+ tipe T pada neuron talamus (yang berperan pada peace maker untuk membangkitkan
cetusan listrik umum di korteks).
Contoh: etosuksimid, trimetadon, asam valproat.
3.
Peningkatan
inhibisi GABA
Mekanisme
ini bisa terjadi dengan dua cara:
a.
Langsung
pada kompleks GABA dan kompleks Cl-. Contoh: benzodiazepin dan barbiturat.
b. Menghambat degradasi GABA dengan mempengaruhi
ambilan kembali dan
metabolisme GABA. Contoh: tiagabin, vigabatrin, asamvalproat, dan gabapentin.
·
Hubungan
Struktur Dan Aktivitas Secara Umum
1.Substitusi
pada C5 dari hidantoin dan oxazolidinedion
atau C2 dari
suksimid menentukan aktivitas anti kejang yang dikontrol.
2.
Hidantoin
dengan sedikitnya 2 gugus fenil merupakan obat pilihan pada kejang generalis tonik-klonik. Substitusi di-fenil meningkatkan
potensi anti-grand mal dibanding substitusi fenil tunggal.
3.Oxalidinedion
yang disubstitusi pada C5 dengan rantai alkil pendek
(metil atau etil) lebih efektif mengobati petit-mal, kurang efektif mengobati
grand-mal.
4. Suksinimid
yang merupakan anti-petit mal paling poten, memiliki gugus alkil pendek pada C2.
5.Oxazolidindion
lebih toksik, untuk itu sksinimid lebih aman sebagai
alternatif untuk absence-seizure (petit mal).
·
Obat-Obat
AntiKonvulsan
Kebanyakan obat
anti kejang mengandung struktur ureida yang telah digunakan secara klinis lebih
dari 30 tahun tanpa banyak perubahan pada struktur ureidanya. Perubahan kecil
pada substituen X struktur ureida akan mengakibatkan perubahan signifikan pada
tipe kejang yang dikontrol.
1.
Turunan Hidantoin
Hidantoin
memiliki struktur mirip dengan barbiturat, namun pada hidantoin tidak ada
bagian 6-okso. Kedua obat ini berguna untuk anti tonik-klonik generalis (grand
mal) dibanding anti-absence (petit-mal). Hidantoin memiliki 5 cabang pada
struktur cincin yang mengandung 2 nitrogen dalam konfigurasi ureida. Obat-obat
antiepilepsi yang memiliki struktur hidantoin yaitu fenitoin, HPPH
(2-(1-Hexyloxyethyl)-2-devinyl pyropheophorbide-a), fosfenitoin, ethotoin,
mefenitoin.
Hubungan
struktur aktivitas:
1.
Substitusi
pada C5 dari hidantoin menentukan aktivitas anti kejang yang dikontrol.
2.
Hidantoin
dengan sedikitnya 2 gugus fenil merupakan obat pilihan pada kejang
generalis tonik-klonik. Substitusi
di-fenil meningkatkan potensi anti-grand mal dibanding substitusi fenil
tunggal.
Contoh
hidantoin
2.
Iminostilben
a.
Karbamazepine
Karbamazepin
telah disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration) pada tahun 1968,
dan saat ini diindikasikan sebagai terapi awal atau terapi parsial pada tonik
klonik dan jenis kejang. CBZ merupakan satu dari dua AED yang paling aman dan paling efektif untuk jenis kejang ini (salah
satunya fenitoin) dan dipilih untuk monoterapi karena efektivitas yang tinggi
dan efek samping yang relatif rendah. Struktur trisiklik menyerupai psikoaktif
obat imipramin, klorpromazin dan maprotilin, serta beberapa struktural
fenitoin, klonazepam dan fenobarbital. Selain itu CBZ telah ditemukan untuk
pengobatan yang efektif untuk gangguan bipolar dan trigeminal neuralgia.
b. Oxcarbazepine
Oxcarbazepine
(Trileptal) Merupakan keto analog dari carbamazepine. Di indikasi untuk
monoterapi atau terapi tambahan pada pasien partial seizure dengan epilepsi
(dewasa), untuk monoterapi perawatan partial kejang pada anak umur 4 tahun atau
lebih tua, dan sebagai terapi tambahan pada anak umur 2-4 tahun
3.
Barbiturat (fenobarbital, mephobarbital, primidone)
Merupakan subsitusi dari derivat pirimidine dengan konfigurasi
ureide. Merupakan asam lemah lipofilik
(pK 7-8) dan terdistribusi dengan baik ke otak. Meskipun banyak barbiturat
menunjukkan aktivitas hipnotik sedatif, hanya beberapa yang punya efek
antiseizure. Banyak barbiturat dapat menyebabkan kejang. Barbiturat yang
berguna secara klinis untuk AEDs adalah phenobarbital, mephobarbital dan
primidone.
a. Fenobarbital
Digunakan
untuk konvulsif disorder dan menjadi drug of choice pada bayi berumur 2 bulan.
Diindikasikan untuk pengobatan pada parsial atau kejang tonik klonik di semua usia, meskipun kurang efektif dari
phenitoin atau CBZ pada dewasa (40). Meskipun digunakan secara monoterapi,
biasanya dikombinasi dengan AED lain.
b. Mefobarbital (Mebaral)
Merupakan
derivat barbiturat AED dengan pKa 7,7 (log P=1,84 pada pH 7,4). 50% dari dosis
oral mephobarbital diabsorpsi di jalur gastrointestinal. Konsentrasi plasma
yang digunakan untuk efek terapetik tidak diketahui. Akar utama metabolisme
mephobarbital adalah N-demetilasi oleh hati untuk membentuk fenobarbital, yang
dapat diekskresikan dalam urin tidak berubah dan sebagai yang p-hidroksi
metabolit dan glukuronida atau sulfat konjugat.
c. Primidon (Mysoline)
Primidon adalah turunan 2-deoksi
fenobarbital dan disetujui oleh US FDA untuk pengobatan awal atau penunjang
kejang parsial sederhana, parsial kompleks, dan tonik-klonik. Kurang efektif
terhadap jenis kejang dibandingkan fenitoin atau CBZ. Meskipun tidak disetujui
untuk tujuan tersebut, sering digunakan untuk mengobati tremor familial jinak
(tremor esensial).
4.
Benzodiazepin
Turunan
benzodiazepin adalah obat pilihan yang banyak digunakan sebagai
hipnotik-sedatif, mempunyai efikasi dan batas keamanan yang lebih besar
dibanding turunan hipnotik-sedatif lain. Selain itu turunan benzodiazepin
mempunyai efek menghilangkan ketegangan (anxiolitik, transquilizer minor),
relaksasi otot, dan anti kejang.
Hubungan Struktur dan Aktivitas
1. Modifikasi pada cincin A
-
Penambahan
substituent penarik electron (ex. Cl, Br, F, CF3, dan NO2) pada posisi 7 à meningkatkan aktivitas. Hal ini dikarenakan
jika penambahan subtituen penarik electron akan meningkatkan sifat elektronik
dari benzodiazepin.
-
Penambahan
substituent penambah electron (CH2, NH2, OH, dll) à menurunkan aktivitas.
-
Penambahan
substituent apapun pada posisi 8 dan 9 à menurunkan aktivitas
2. Modifikasi pada cincin B
-
Penambahan
gugus metil pada posisi 1 à meningkatkan aktivitas, namun ketika BM substituennya lebih besar
dari metil à
menurunkan aktivitas
-
Penggantian
atom O gugus karbonil pada posisi 3 dengan dua gugus hidrogen à menurunkan aktivitas
-
Penggantian
satu atom hidrogen pada posisi 3 dengan gugus hidroksil à menurunkan aktivtas à mengurangi efek samping karena gugus hidroksil
mempercepat eliminasi
-
Penggantian
satu atom hidrogen pada posisi 3 dengan gugus karboksil à meningkatkan durasi kerja karena memerlukan
waktu untuk menjadi metabolit aktif
-
Penggantian
gugus finil pada posisi 5 dengan gugus sikloalkil atau heteroaromatik à menurunkan aktivitas
-
Penggantian
gugus fenil pada posisi 5 dengan gugus piridil à aktivitas bromazepam = diazepam
-
Penggabungan
cincin pada posisi 1 dan 2 inti diazepam à meningkatkan aktivitas
Permasalahan
:
1. Bagaimana jika obat antikonvulsi dikonsumsi
oleh ibu hamil?Akankah berpengaruh pada
pertumbuhan janin?
2. Bagaimana pemilihan terapi yang tepat untuk
epilepsi?
3. Bagaimana mekanisme kerja dari fenobarbital
sehingga dapat digunakan sebagai anti konvulsan?
Referensi
Alfathan,
P. dan N. Wathoni. 2019. Review Artikel : Metode Pengujian Aktivitas Antikonvulsan Sebagai Skrining Pengobatan
Epilepsi. Farmaka. 17(2).
Ikawati,
Z. 2011. Farmakoterapi Penyakit Sistem
Saraf Pusat, Bursa Ilmu, Yogyakarta.
Hallo waode saya akan mencoba menjawab pertanyaan nomor 1.
ReplyDeleteBeberapa jenis obat antikonvulsan dapat menyebabkan masalah pada janin jika dikonsumsi selama masa kehamilan diantaranya seperti :
Carbamazepine, phenobarbital, phenytoin: menyebabkan perdarahan pada bayi baru lahir. Namun dapat dicegah apabila ibu mengkonsumsi vitamin K setiap hari sebelum persalinan berlangsung atau dengan memberikan injeksi vitamin K pada bayi baru lahir.
Valproate: dapat menyebabkan bibir sumbing dan defek pada jantung, tengkorak, tulang belakang.
Trimethadione: menyebabkan keguguran, bibir sumbing dan defek pada jantung, tengkorak, maupun pada organ abdomen.
Saya akan mencoba menjawab pertanyaan no 2
ReplyDeleteStrategi terapi untuk epilepsi yaitu menggunakan terapi non farmakologis dan terapifarmakologis. Terapi non farmakologi bisa dengan melakukan diet, pembedahan dan vagal nervestimulation (VNS), yaitu implantasi dari perangsang saraf vagal, makan makanan yang seimbang(kadar gula darah yang rendah dan konsumsi vitamin yang tidak mencukupi dapat menyebabkan terjadinya serangan epilepsi), istrirahat yang cukup karena kelelahan yang berlebihan dapat mencetuskan serangan epilepsi, belajar mengendalikan stress dengan menggunakan latihan tarik nafas panjang dan teknik relaksasi lainnya. Sedangkan untuk terapi farmakologis yaitu denganmenggunakan Obat Anti Epilepsi (OAE). Pengobatan dilakukan tergantung dari jenis kejang yang dialami. Pemberian obat anti epilepsi selalu dimulai dengan dosis yang rendah, dosis obat dinaikkan secara bertahap sampai kejang dapat dikontrol.
Hello wakk,
ReplyDeleteSaya akan menjawab pertanyaan no 3.
Fenobarbital adalah penurun ambang stimulasi sel saraf di korteks motorik sehingga terjadi hambatan penyebaran aktivitas listrik (lepas muatan) dari fokus aktivitas epilepsi di otak.Fenobarbital bekerja pada reseptor GABA sehingga menyebabkan peningkatkan inhibisi sinaptik. Hal tersebutlah yang menyebabkan adanya efek terangkatnya ambang kejang. Selain itu, hal tersebut pula dapat mengurangi penyebaran aktivitas kejang dari fokus kejang.Fenobarbital juga dapat menghambat saluran kalsium, mengakibatkan penurunan pengeluaran transmitter yang memiliki fungsi untuk merangsang